Jumat, 14 September 2012

Hidup itu pilihan



BET adalah singkatan dari bahasa ekspresi tutur yang jika diurai berasal dari akar kata berbeda yakni bahasa ekspresi tutur. Bahasa secara sederhana adalah alat berkomunikasi dan ekspresi adalah wujud aktif yang dapat ditinjau langsung dalam komunikasi baik itu ekspresi wajah ataukah dalam ranah lain maksud seorang pembicara. Serta tutur adalah proses pertama pada sebuah komunikasi yang di jabarkan dari seorang komunikan dalam bentuk pengirim informasi atau dengan kata lain pihak pertama dalam berkomunikasi. Bahasa ekspresi tutur ini kemudian banayk diteliti oleh pakar-pakar linguistic. Noam Chomsky misalnya dalam tulisannya mengurai ekspresi tutur bejat kalang elit politik di Amerika pada saat itu.
  Bahasa adalah sesuatu yang dinamis bergerak dari generasi ke generasi secara pragmatis. Prgamatis dalam hal ini jika ditilik dari sisi penyampaian ekspresi tutur. Serupa dengan budaya-budaya lainnya dalam suatu generasi,  bahasa juga akan menciptakan gradasi perbedaan dari generasi ke generasi lainnya. Ungkapan “language goes as society go” pada faktanya bisa dibenarkan. Dalam studi semantic misalnya yang mengkaji makna bahasa menemukan fakta-fakta empiric bahwa bahasa harus selalu berkorelasi dengan budaya suatu kaum yang terus bergerka dinamis.
Lebih jauh lagi di Barat sana dikenal istilah generasi manusia. Dalam beberapa referensi generasi ini dikelompokkan berdasarkan tahun kelahiran yakni Pre Baby Boomer (lahir 1945 dan sebelumnya), The Baby Boom (lahir antara 1946-1964), The Baby Bust (lahir antara 1965-1976)-generasi X, Generasi Y (lahir antara 1977-1997), dan generasi Z/ generasi net (lahir antara 1998-kini). Generasi ini kemudian berbeda dalam budaya hidup, yang tampak sangat jelas adalah perjalanan teknologi “sophisticate” dalam tiap generasi, sehingga memungkinkan pula generasi ini di tinjau berdasarkan peralatan hidup tiap generasinya.
Sebutlah Indonesia yang tertinggal sekitar 10-15 tahun dari segi peradaban memungkinkan tinjauan berbeda akan generasi tersebut, dalam keadaan umur yang sama dengan di dunia barat sana namun berbeda teknologi yang di gunakan. Di Indonesia generasi Y terletak pada tahun 1990-2010 (di tinjau dati penyerapan teknologi) sehingga dapat dikenal dengan istilah generasi millennia.
Di Indonesia generasi yang ada sekarang adalah generasi millennia, meskipun di dunia barat sana sudah terdapat generasi Z/generasi Net, penyebabnya adalah Indonesia 10-15 jauh lebih mudah dengan tinjaun teknologi. Generasi millennia ini secara umum dapat dilihat dari karakter yang dimiliki, beberapa dari karakter itu yakni :

Generasi Y memiliki beberapa ciri-ciri khusus di antaranya :

  1. Percaya diri dan optimis. Lebih terbuka dan menerima perubahan.
  2. Tidak sabaran karena terbiasa dengan hal instan, tak mau rugi dan banyak menuntut (ini dampak dari kepercayaan diri yang tinggi).
  3. Family centric/lebih dekat pada keluarganya. Generasi sebelumnya anak-anak seringkali ditinggalkan orang tua bekerja, sedang pada generasi Y, orang tua banyak meluangkan waktu bersama keluarga.
  4. Suka inovasi.
  5. Memiliki semangat yang besar.
  6. Tidak menyukai jadwal yang ribet dan detail dan birokratis
  7. Anytime-anywhere. Dimanapun kapanpun dapat menghasilkan sesuatu (ide atau produk) tanpa peduli norma tempat dan waktu. Misalnya mengerjakan pekerjaan kantor menggunakan laptop+internet dari kafe atau di rumah sambil sarungan.
  8. Cara berkomunikasi. Lebih nyaman menggunakan media berbasis teknologi.
  9. Bagaimana mencari informasi atau belajar. Semua serba mudah dengan internet, guru tak lagi berposisi sebagai “tahu segalanya”. Semua yang ingin diketahui dapat dicari di Google.
  10. Ciri paling menonjol adalah mereka terbiasa hidup dengan teknologicanggih. Laptop, komputer, gadget adalah keseharian mereka sejak kecil

Menyoal hubungan generasi millennia  ini dengan ekspresi tutur, terdapat hal yang sangat menarik . Dalam studi semantic pada konteks (change of meaning), salah satu faktor penting berubahnya makna adalah bahasa diturunkan secara bergenerasi lalu dalam suatu term terjadi miskonsep lalu dilanjutkan nocorrection. Kemungkinan ini menghasilkan makna baru. Berhubungan dengan generasi millennia yang berbeda dengan generasi sebelumnya yang ternyata menciptakan proses semantic tersebut. Menariknya hal ini seolah-olah bukan ketidaksengajaan. Generasi millennia ini mencoba menciptakan misconcept dan nocorrection secara terbalik. Maksudnya adalah generasi ini mencoba menciptakan gaya berekspresi baru yang tidak dimengerti oleh generasi sebelumnya. Misalnya dunia facebook, “nyokap lu tuh, katro banget ndag ngerti dia, wkwkwkw” kutipan seperti ini sangatlah banyak, jika diteliti, bahasa seperti ini adalah lawan dari generasi bahasa sebelumnya dalam arti bahwa tidak dapat di pahami oleh generasi baby bust atau generasi tradisonal. Fakta empiris ini terjadi akibat keinginan privasi genrasi millennia. Sehingga bahasa seperti ini bisa menjadi pengibur terhadap generasi ini. Panasea adalah istilah yang paling tepat mewakili fakta bertutur tersebut.

Lebih jau lagi tentang panasea, panasea berasal dari kata panacea dalam bahasa inggris berarti obat mujarab. Lalu jika dikaitkan dengan bahasa maka bisa dikatakab bahwa bahasa panasea adalah bahasa pengobat, dengan term lain bahasa penghibur. Bahasa facebook yang dimaksud sebelumnya bisa dimasukkan dalam ranah ini. Bahasa faebook sangat lah sukar dimengerti oleh orang tua remaja-remaja pada umumnya, hal ini menciptakan privasi bertutur ria atau komunikasi lepas diantara generasi remaja ini. Sehingga dengan berkomunikasi seperti ini mewujudkan hiburan tersendiri bagi generasi Y ini. Apakah karena mereka benci dengan orang tua mereka atau karena apapun, lalu rasa tidak suka itu dilepaskan dengan umpatan dsb., diucapkan dengan bahasa panasea (facebook). Panasea juga biasnya dipake dalam bahasa motivator-motivator, bahasa sejenis ini berfungsi penghibur. Didalamnya dapat digolongkan majas euphimisme mislnya, penghalusan makna. Dsb.

Pada tataran generasi berbahasa di Indonesia terkhusus pada peralihan generasi tardisonal ke generasi millennia ternyata menciptakan gradasi yang sangat kontras. Sebutlah masa orde lama, orde baru, dan orde reformasi. Perbedaan bertutur akan kontras jika dipandang dari pemipin masing-masing masa. Soekarno, Soeharto, Habibi, Gusdur, Megawati, SBY. Bertutur bisa juga dilihat secara high conteks dan low conteks, haigh conteks biasanya digunakan pada tuturan-tuturan yang bersifat double speak (Noam Chomsky) makna kepura-puran dan makna tuturan tidak dapat langsung di tebak. Sebaliknya low conteks yakni bertutur apa adanya mengena atau dalam istilahnya to do poin. Soekarno, Habibi, Gusdur menggunkan bahasa low conteks, misalnya pada saat marah perbedaan bertutur ini akan sangat tampak. Gusdur misalnya dengan bahasanya “begitu aja kok repot” ataukah Soekarno yang begitu membara dalam tuturannya ketika sedang berpidato. Soeharto, Megawati, SBY bisa di kategorikan bahasa high conteks. Soeharto meskipun marah namun ketika membentak masih menggunakan tutur sarat penafsiran misalnya pada saat menyuruh menghabiskan minuman segera berarti makan yang dituturkan sebenarnya adalah usiran. Begitupun megawati dan SBY meskipun terkadang SBY menggunakan bahasa low conteks , misalnya pada rapat menegur peserta dengan teguran langsung, tetapi secara keseluruhan SBY dominan pada high conteks, yang paling baru-baru ini pada pidato anti korupsi SBY mengungkapkan istilah “cuci piring” yang kemudian menimbulkan berbagai tafsiran.

Dari masa-masa itu yang perlu diberi perhatian khusus adalah bahasa tutur pada orde baru dan orde reformasi. Sejarah mengatakan pada masa orde baru yang dipimpin Soeharto, kebebasan menyatakan pendapat haram hukumnya. Sehingga tak satupun media yang berani memberikan kritikan-kritikan terhadap gaya kepemimpinan saat itu. Dampaknya ialah negara pada masa itu berada pada tahap jadi-jadian maksudnya adalah namanya demokrasi tetapi jadinya otoriter. Bahasa ekspresi tutur masyrakat pada masa itu betul-betul bungkam, sejarah tak mencatat banyak kritikan masa itu, sejarah hanya menemukan Ekspresi tutur selepas jatuhnya orde baru itu.

Sebaliknya, setelah rezim Soeharto beralih ke tangan Habibi mena